Rabu, 24 September 2014

Tugas PKn 3

Sikap Positif Dan Negatif Terhadap Pancasila
Sila Pertama
No.
Sikap Positif
Sikap Negatif
1.
2.

3.

4.

5.

6.
Sebagai WNI taat menjalankan ibadah
Hanya memiliki  satu keyakinan atau agama
Segan berkumpul dengan orang-orang berbeda agama
Melakukan perbuatan, berucap dilandasi rasa takut kepada Tuhan
Membina kerukunan hidup antar manusia berbeda agama
Tidak fanatik terhadap agama
Menjadikan agama sebagai sampul saja
Meyakini banyakkepercayaan atau agama

Berteman hanya dengan teman seagama

Bertindak tidak sesuai agama, tanpa takut dosa
Mengolok-olok manusia yang berbeda agama
Memaksakan agama

Sila Kedua
No.
Sikap Positif
Sikap Negatif
1.
2.

3.

4.


5.
6.

7.
8.

9.
10.
11.

12.
Peduli terhadap orang lain
Melaksanakan hidup sederhana

Tidak memaksakan kehendak

Mengakui dan memperlakukan manusia dengan harkat martabat sebagai makhluk Tuhan YME
Suka menolong dengan adil
Memandang manusia semua sama

Menyadari sebagai makhluk sosial
Berperilaku sopan dan santun

Mentaati peraturan sekolah
Menghormati antar anggota keluarga
Memiliki rasa tanggung jawab terhadap suatu pekerjaan
Tidak memilih-milih teman dalam bergaul
Acuh tak acuh terhadap orang lain
Hidup mewah, sombong, dan menghamburkan uang
Memaksakan kehendak diri sendiri kepada orang lain
Memperlakukan manusia dengan semena-mena

Menolong dengan membeda-bedakan
Memandang orang lain dengan sebelah mata
Merasa tidak membutuhkan orang lain
Berperilaku tidak sesuai dengan etika pergaulan
Selalu melanggar aturan sekolah
Membantah orang tua
Acuh terhadap pekerjaan dan bersikap sembrono
Berteman dengan yang sederajad saja

Sila Ketiga
No.
Sikap Positif
Sikap Negatif
1.
2.
3.

4.
5.

6.
Menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila
Mencintai tanah air
Mengutamakan kepentingan bangsa dan negara
Mencintai produk dalam negeri
Menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar
Tata pergaulan dunia yang universal
Tidak menghargai nilai-nilai Pancasila
Mengkhianati negara
Mengutamakan kepentingan pribadi diatas kepentingan bangsa
Membanggakan produk asing
Melupakan bahasa Indonesia dan terlalu sering berbahasa asing
Memilih teman dalam bergaul

Sila Keempat
No.
Sikap Positif
Sikap Negatif
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.
9.

10.
Menerima pendapat orang lain

Menghormati perbedaan dalam bermasyarakat
Mengambil keputusan sesuai dengan nilai kebenaran
Mengakui bahwa setiap manusia punya kedudukan dan hak yang sama
Menghormati dan menjunjung tinggi hasil keputusan musyawarah
Menyelesaikan masalah dengan musyawarah
Menggunakan fasilitas umum dengan baik
Mengikuti pemilu
Mengambil keputusan sesuai dengan nilai kebenaran
Mentaati aturan lalu lintas
Egois, tidak mau menerima pendapat orang lain
Mempertentangkan perbedaan dalam bermasyarakat
Mengambil keputusan sendiri tanpa memikirkan benar / salahnya
Diskriminasi, membedakan hak setiap orang
Melaksanakan hasil keputusan musyawarah dengan terpaksa
Menyelesaikan masalah dengan keputusan individu / dengan pemaksaan
Tidak merawat fasilitas umum

Golput
Mengambil keputusan tanpa pertimbangan

Melanggar aturan lalu lintas

Sila Kelima

No.
Sikap Positif
Sikap Negatif
1.
2.

3.
4.

5.

6.
Bersikap adil apabila ada suatu konflik
Berlaku adil dalam semua aspek kehidupan
Berlaku adil dalam dunia kerja
Menghargai Hak Asasi Manusia dalam bidang hukum
Menanamkan sikap atau perilaku gotong royong
Mentaati peraturan perundang-undangan
Memperkeruh suasana saat terjadi konflik
Membedakan orang atau diskriminasi

Melakukan tindakan KKN
Membedakan Hak Asasi Manusia dalam bidang hukum
Merasa bisa sendiri dalam suatu pekerjaan tanpa gotong royong
Melanggar aturan undang-undang

Minggu, 07 September 2014

TUGAS PKN 2

No.1
Pancasila Sebagai Sumber Nilai
Pancasila memuat nilai – nilai luhur untuk dapat menjadi dasar Negara.  Ada 3 nilai yang terdapat dalam pancasila :
1.     Nilai Dasar adalah asas-asas yang berasal dari nilai budaya bangsa Indonesia yang bersifat abstrak dan umum, relatif tidak berubah namun maknanya selalu dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman.  Artinya nilai dasar itu bisa terus menerus ditafsirkan ulang baik makna maupun implikasinya. Melalui penafsiran ulang itulah akan didapat nilai baru yang lebih operasional sesuai dengan tantangan zaman.  Adapun nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila adalah Ketuhanan, kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan (musyawarah-mufakat), dan Keadilan.
2.     Nilai Instrumental, yaitu  penjabaran dari nilai dasar yang berbentuk norma sosial dan norma hukum.  Seperti UUD 1945, Tap MPR, UU No.  40 tahun 1999 tentang Pers, UU No. 2 Tahun 1999 tentang partai politik, UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, dll.
3.     Nilai Praksis, adalah nilai  yang dilaksanakan dalam kenyataan hidup sehari-hari yang menandakan apakah nilai dasar atau instrumental masih hidup di tengah masyarakat, berbangsa dan bernegara.  Contoh nilai praksis seperti saling menghormati, toleransi, kerja sama, kerukunan,  bergotong royong, menghargai, dll.

Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
Kata  paradigma berasal dari bahasa inggris “paradigm” yang berarti model, pola, atau contoh.  Paradigma juga berarti suatu gugusan sistem pemikiran, cara pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar, atau cara pemecahan masalah yang dianut suatu masyarakat tertentu.  Pancasila adalah paradigma, sebab Pancasila dijadikan landasan, acuan, metode, nilai, dan tujuan yang ingin dicapai dalam program pembangunan.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan, artinya pancasila berisi anggapan-anggapan dasar yang merupakan kerangka keyakinan yang berfungsi sebagai acuan, pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemamfaatan hasil-hasil pembangunan nasional.   Misalnya :
a.     Pembangunan tidak boleh bersifat  pragmatis, yaitu pembangunan itu tidak hanya mementingkan tindakan nyata dan mengabaikan pertimbangan etis. 
b.     Pembangunan tidak boleh bersifat ideologis, yaitu secara mutlak melayani Ideologi tertentu dan mengabaikan manusia nyata. 
c.      Pembangunan harus menghormati HAM, yaitu pembangunan tidak boleh mengorbankan manusia nyata melainkan menghormati harkat dan martabat bangsa. 
d.     Pembangunan dilaksanakan secara demokratis, artinya melibatkan masyarakat sebagai tujuan pembangunan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kebutuhan mereka.
e.      Pembangunan diperioritaskan pada penciptaan taraf minimum keadilan sosial, yaitu mengutamakan mereka yang paling lemah untuk menghapuskan kemiskinan struktural.  Kemiskinan struktural, adalah kemiskinan yang timbul bukan akibat malasnya individu atau warga Negara, melainkan diakibatkan dengan adanya struktur-struktur sosial yang tidak adil.

No.2
a.       Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber hukum dasar Nasional  ( Indonesia ) yang dijabarkan lebih lanjut kedalam 4 pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945 .
b.      Meliputi suasana kebatinan UUD 1945 .
c.       Mewujudkan cita-cita hukum bagai hukum dasar negara, baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis .
d.      Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memegang teguh cita-cita moral rakyat yang tercantum dalam 4 pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945 yang bunyinya sebagai berikut : “ … Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa , menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab . “
e.      Merupakan sumber semangat bagi Undang – undang Dasar 1945, penyelenggaraan negara , dan para pelaksana pemerintahan .
No.3
Makna Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif
menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional
yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan
penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
nasional. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar
negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup
manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur
penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
  Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan di Bidang Politik
Warga Indonesia sebagai warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau
pelaku politik bukan sekadar sebagai objek politik. Karena pancasila bertolak dari kodrat
manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat
manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek
harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan yang dimaksud adalah kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Berdasarkan hal tersebut, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas
kerakyatan yaitu terletak pada sila ke IV Pancasila. Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.



     
No.4
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan di Bidang Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan
pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus,
sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan yaitu pada sila ke I
Pancasila dan kemanusiaan yaitu pada sila ke II Pancasila. Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan.
Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dan humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang baik adalah sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun sebagai makhluk Tuhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
Kebijakan ekonomi memiliki tujuan untuk mensejahterakan rakyat dan harus mampu mewujudkan perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak seperti selama orde baru yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik ekonomi kerakyatan lebih memberikan kesempatan, dukungan dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional. Oleh sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Ekonomi kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program konkret pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah. Dengan demikian ekonomi kerakyatan akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan partisipatif. Dalam ekonomi kerakyatan, pemerintah pusat ( negara ) yang demokratis berperan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan
pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara. Ekonomi pancasila juga memiliki arti bahwa pihak swasta yang bisa mandiri dilindungi hak-haknya untuk mengembangkan usahanya, sedangkan untuk pihak-pihak yang masih belum bisa mengembangkan usahanya akan dibantu oleh pemerintah dalam mengembangkan usahanya
Peran pancasila sebagai paradigma pembangunan sosial-budaya di Lingkungan
Kampus
                        Pendidikan hakekatnya sebagai upaya sadar dari masyarakat dan pemerintah          suatu Negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi           penerusnya selaku warga masyarakat, bangsa dalam Negara, secara berguna dan     bermakna serta mampu mengantisipasi hari depan dengan dinamika perubahannya karena adanya pengaruh global.
                        Untuk menjawab itu dibutuhkan pembekuan ilmu pengetahuan, teknologi dan        seni yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai budaya bangsa yang        dapat menjadi pedoman hidup warga Negara.
                        Keanekaragaman suku, adapt-istiadat, dan agama serta berada pada ribuan             pulau yang berbeda sumber kekayaan alamnya, memungkinkan untuk terjadi     keanekaragaman kehendak dalam kehidupan kampus  karena tumbuhnya sikap       premordalisme sempit, yang akhirnya dapat terjadi konflik yang negative, oleh karena itu dalam pendidikan di lingkungan Perguruan Tinggi dibutuhkan alat perekat antar           mahasiswa dengan adanya kesamaan cara pandang          tentang misi dan visi yang ada di       lingkungan kampus. Dengan adanya Pancasila dapat dijadikan sebagai suatu elemen         mampu menahan emosi dari banyaknya perbedaaan kebudayaan di lingkungan kampus. Agar dapat mewujudkan kehidupan yang demokratis, aman, tentram,       nyaman, dan adil di lingkungan kampus.
            Faktor utama Pancasila mesti dipertahankan karena sejak lama konsep Soekarno-Hatta ini telah teruji sebagai faktor pemersatu bangsa. "Bangsa kita ini sangat beragam, mulai agama, suku, hingga golongan.
                        Perguruan Tinggi adalah suatu komunitas ilmiah. Suatu komunitas yang      memiliki karakteristik akademik. Disinilah tempat dimana produk intelektual         dilahirkan, dikembangkan dan diimplementasikan. Dengan kata lain perguruan tinggi      merupakan laboratorium bagi masyarakat, yang memberikan kontribusi bagi             terciptanya proses pemberdayaan berfikir sesuai dengan khasanah ilmu dan kapasitas         yang dimiliki untuk dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan         bernegara.
                        Esensi peran dan fungsi perguruan tinggi tersebut tertuang kedalam pola     orientasi yang menjadi bagian dari kegiatan akademik atau yang biasa dikenal dengan        Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian). Berbicara           tentang pendidikan, maka perguruan tinggi bukan hanya menciptakan suatu    mekanisme kegiatan belajar-mengajar secara formal saja. Tetapi ia juga harus mampu          menumbuh-kembangkan nilai di dalam pendidikan. Nilai yang dimaksud itu adalah      bahwa di dalam pendidikan – terdapat budaya dan etika yang harus dipegang. Karena         pendidikan hanya diperuntukkan bagi kemaslahatan umat manusia. Dalam konteks         secara ilmiah dan dianalisa secara kontekstual agar bermanfaat bagi individu,             masyarakat bangsa dan negara.
                        Sebagai komunitas ilmiah, Perguruan Tinggi harus mampu membangun       responsibilitas yang bersifat konseptual dan solutif tentang berbagai hal yang      berkaitan dengan situasi-kondisi yang berkembang ditengah masyarakat. Dengan             demikian perguruan tinggi menjadi media/ sarana yang mampu mentransformasikan    relevansitas perkembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai kapasitasnya sesuai   dengan dinamika dan perkembangan zaman. Termasuk bagaimana merespons          perkembangan zaman yang saat ini sudah berdimensi global.
                        Berkaitan dengan itu maka sesuai dengan amanat UUD 1945, Tap MPR No.          II/MPR/1993 dinyatakan bahwa : Pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan     bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945   diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa,            mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa        terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, mandiri sehingga mampu membangun             dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan        nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
                        Penyelenggaraan Pendidikan nasional harus mampu meningkatkan,             memperluas dan memantapkan usaha penghayatan dan pengamalan Pancasila serta   membudayakan nilai-nilai Pancasila agar diamalkan dalam kehidupan sehari-hari di     segenap masyarakat. Lebih jauh ketetapan MPR No. XVIII/ MPR/ 1998 hasil Sidang        Istimewa MPR 1998 menegaskan bahwa Pancasila sudah tidak menjadi satu-satunya             azas, Pancasila telah menjadi sebuah ideologi terbuka yang dikaji dan dikembangkan         berdasarkan kultur dan kepribadian bangsa. Ketetapan MPR menyebutkan bahwa        kurikulum dan isi pendidikan yang memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama     dan Pendidikan Kewarganegaraan terus ditingkatkan dan dikembangkan disemua          jalur, jenis dan jenjang pendidikan nasional. Itu berarti Pendidikan pancasila di             Perguruan Tinggi harus terus menerus ditingkatkan ketepatan materi instruksionalnya,       dikembangkan kecocokan metodologi pengajarannya, di-efisien dan di-efektifkan manajemen lingkungan belajarnya. Dengan kata lain perguruan tinggi memiliki peran   dan tugas untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan kepada semua mahasiswa       untuk benar-benar mampu memahami Pancasila secara ilmiah dan obyektif.
                        Disamping itu, kalau ditilik kembali secara yuridis formal, perkuliahan        Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, juga tertuang dalam Undang-Undang No.            2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional. Pasal 39 dalam undang-undang       tersebut menegaskan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan,     wajib memuat pendidikan Pancasila, pendidikan Kewarganegaraan dan pendidikan           Agama. Demikian juga di dalam Peraturan Pemerintah Nomor. 60 tahun 1999 tentang        Pendidikan Tinggi, pasal 13 (ayat 2) ditetapkan bahwa kurikulum yang berlaku secara nasional diatur oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Secara lebih rinci         perkuliahan Pancasila diatur dalam surat keputusan Dirjen Dikti RI No.             467/DIKTI/KEP/1999 yang merupakan penyempurnaan dari keputusan Dirjen DIKTI       No. 356/DIKTI/KEP/1995. Dalam Surat Keputusan Dirjen DIKTI No. 467/DIKTI/KEP/ 1999 tersebut dijelaskan pada pasal 1 bahwa mata kuliah pendidikan           Pancasila yang mencakup filsafat Pancasila merupakan salah satu komponen yang           tidak dapat dipisahkan dari kelompok mata kuliah umum dalam suatu susunan       kurikulum inti perguruan tinggi. Pasal 2 menjelaskan bahwa mata kuliah pendidikan    Pancasila adalah mata kuliah wajib untuk diambil oleh setiap mahasiswa pada   perguruan tinggi untuk program Diploma dan program Sarjana. Sementara pasal 3             menjelaskan bahwa pendidikan Pancasila dirancang untuk memberikan pengertian             kepada mahasiswa tentang Pancasila sebagai filsafat/ tata nilai bangsa, sebagai dasar          negara dan ideologi nasional dengan segala implikasinya.
                        Dari paradigma pendidikan Pancasila dan pendidikan Kewarganegaraan     tersebut, dapat disimpulkan bahwa kedua mata kuliah itu memiliki nilai fundamental          bagi sistem pendidikan nasional secara komprehensif. Namun demikian apapun dan             dalam bentuk apapun sebuah konsep ideal, ia harus berevolusi dan berkorelasi dengan           iklim dan situasi yang berkembang – termasuk di dalamnya adalah mengenai             intepretasi, sehingga terlihat adanya kausalitas antara idealitas dengan realitas. Dalam        konteks yang demikian itu, seperti yang sudah dijelaskan di awal tulisan ini,         pendidikan Pancasila dan pendidikan Kewarganegaraan dalam pelaksanaannya       memang pernah mengalami homogenitas intepretasi dan manipulasi politik sesuai   dengan selera dan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang          berlindung dibalik legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan kata lain dalam            kedudukan seperti itu, Pancasila tidak lagi dikatakan sebagai dasar filsafat serta       pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia, melainkan direduksi, dibatasi dan     dimanipulasi demi kepentingan penguasa pada saat itu. Sekarang-pun ketika iklim demokratisasi dan demokrasi telah terbuka – yang ditandai dengan jatuhnya rezim       Soeharto, sebagian masyarakat mengulangi sejarah yang sama dengan       mengintepretasikan Pancasila secara subyektif. Berbicara tentang Pancasila, maka             identik dengan Orde Baru – Golkar dan Soeharto. Begitu halnya dengan ketika kita          membicarakan mata kuliah Kewiraan (baca : Kewarganegaraan), dibenak sebagian             masyarakat yang melekat adalah gambaran rezim militer dengan segala konsekwensi   perilaku di masa lalunya yang menakutkan dan membuat trauma masyarakat.
                        Melihat stigma berfikir masyarakat yang seperti itu seharusnya Perguruan   Tinggi bertanggung jawab untuk mencoba meluruskan sekaligus mendudukkan             Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan dalam level yang lebih ilmiah dan obyektif. Bukan malah mengikuti arus persepsi salah sebagian masyarakat dengan             meredusir atau bahkan menegasikan nilai substansial Pancasila dan Kewarganegaraan        di mata publik, khususnya civitas akademika.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Budaya

Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human.

Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam si seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.

Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Pertahanan Keamanan

Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).

Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.

Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
No.5
Sila pertama[sunting | sunting sumber]
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/69/Pancasila_Sila_1_Star.svg/80px-Pancasila_Sila_1_Star.svg.png
Bintang.
1.   Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.   Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.   Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4.   Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5.   Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6.   Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7.   Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Sila kedua[sunting | sunting sumber]
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/9d/Pancasila_Sila_2_Chain.svg/80px-Pancasila_Sila_2_Chain.svg.png
Rantai.
1.   Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2.   Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3.   Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4.   Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5.   Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6.   Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7.   Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8.   Berani membela kebenaran dan keadilan.
9.   Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10.                  Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila ketiga[sunting | sunting sumber]
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/a8/Pancasila_Sila_3_Banyan_Tree.svg/80px-Pancasila_Sila_3_Banyan_Tree.svg.png
Pohon Beringin.
1.   Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2.   Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3.   Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4.   Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5.   Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
6.   Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7.   Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila keempat[sunting | sunting sumber]
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/f1/Pancasila_Sila_4_Buffalo%27s_Head.svg/80px-Pancasila_Sila_4_Buffalo%27s_Head.svg.png
Kepala Banteng
1.   Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2.   Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3.   Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4.   Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5.   Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6.   Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7.   Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
8.   Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9.   Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10.                  Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
Sila kelima[sunting | sunting sumber]
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/b9/Pancasila_Sila_5_Rice_and_Cotton.svg/80px-Pancasila_Sila_5_Rice_and_Cotton.svg.png
Padi Dan Kapas.
1.   Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2.   Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3.   Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4.   Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
5.   Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
6.   Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
7.   Suka bekerja keras.
8.   Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
9.   Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
10.                  Menghormati hak orang lain.
11.                  Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.